Pemikiran Filosofis Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan: Relevansi dengan Konteks Lokal Sosial Budaya di Daerah Nusa Tenggara Timur
Abstrak
Ki Hadjar Dewantara (Ki Hajar
Dewantara) adalah tokoh pendidikan Indonesia yang sangat berpengaruh. Pemikiran
filosofisnya tentang pendidikan menjadi landasan bagi pengembangan pendidikan
di Indonesia. Pemikiran Ki Hajar Dewantara yang relevan dengan konteks lokal
sosial budaya di daerah Nusa Tenggara Timur adalah pemikiran tentang pendidikan
sebagai proses pembudayaan, mengintegrasikan nilai-nilai luhur kearifan budaya
daerah, dan pendidikan untuk semua. Implementasi pemikiran-pemikiran di atas
dapat membantu mewujudkan pemikiran Ki Hajar Dewantara 'Pendidikan yang
Berpihak pada Murid' yang relevan dengan konteks lokal sosial budaya di daerah Nusa
Tenggara Timur. Dalam implementasinya, perlu dilakukan kolaborasi antara
sekolah, keluarga, dan masyarakat untuk memperkenalkan dan mengintegrasikan
nilai-nilai budaya daerah ke dalam pembelajaran. Selain itu, perlu
memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi
dalam pembelajaran serta memberikan akses pendidikan yang sama kepada semua
murid.
Pendahuluan
Ki Hadjar Dewantara (Ki Hajar
Dewantara) adalah tokoh pendidikan Indonesia yang sangat berpengaruh. Pemikiran
filosofisnya tentang pendidikan menjadi landasan bagi pengembangan pendidikan
di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara (Ki Hajar Dewantara) adalah seorang tokoh pendidikan Indonesia
yang sangat berpengaruh. Pemikiran filosofisnya tentang pendidikan telah
menjadi landasan bagi pengembangan pendidikan di Indonesia. Berikut adalah
beberapa poin penting tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan:
1. Menurut Ki Hajar Dewantara, hakikat pendidikan adalah
usaha memasukkan nilai-nilai budaya ke dalam diri anak, sehingga membentuknya
menjadi manusia yang utuh baik jiwa dan rohaninya.
2. Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya
pendidikan sebagai proses pembudayaan, yaitu mengintegrasikan nilai-nilai luhur
kearifan budaya daerah ke dalam pembelajaran.
3. Ki Hajar Dewantara juga menekankan pentingnya
pendidikan untuk semua, yaitu memberikan kesempatan pendidikan kepada semua
orang tanpa kecuali. Ki Hajar Dewantara mengembangkan konsep Tripusat
Pendidikan, yang tekanan keterlibatan keluarga dan masyarakat dalam menunjang
keberhasilan pendidikan.
4. Ki Hajar Dewantara juga mengembangkan konsep
Merdeka Belajar, yang menekankan pada kemandirian dan kemandirian belajar
murid.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan sangat relevan dengan
konteks lokal sosial budaya di daerah Nusa Tenggara Timur. Implementasi pemikiran Ki Hajar
Dewantara dapat membantu memperkenalkan dan
mengintegrasikan nilai-nilai budaya daerah dalam pembelajaran serta melibatkan
keluarga dan masyarakat dalam menunjang keberhasilan pendidikan. Selain
itu, pemikiran Ki Hajar Dewantara juga
menekankan pentingnya memberikan kesempatan pendidikan kepada semua orang tanpa
kecuali, yang dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan di daerah Nusa
Tenggara Timur dan membantu mengurangi kesenjangan sosial.Pemikiran
Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan dapat dikategorikan ke dalam tiga bagian,
yaitu:
1. Pendidikan sebagai proses pembudayaan
Ki Hajar Dewantara memandang pendidikan sebagai proses pembudayaan.
Artinya, pendidikan tidak hanya sekadar transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga
pembentukan karakter sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Proses pembudayaan melalui pendidikan dapat dilakukan
melalui berbagai cara, antara lain:
a. Menanamkan
nilai-nilai budaya melalui kurikulum. Kurikulum pendidikan harus memuat
nilai-nilai budaya bangsa, seperti nilai-nilai
Pancasila, agama, dan budaya lokal. Nilai-nilai tersebut dapat
ditanamkan melalui berbagai mata pelajaran, seperti Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan
Agama, dan muatan lokal.
b. Menciptakan
lingkungan budaya yang kondusif. Lingkungan sekolah harus diciptakan
sedemikian rupa sehingga dapat mendukung proses pembudayaan. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara menata lingkungan sekolah dengan nuansa
budaya, seperti memasang hiasan-hiasan atau simbol-simbol
budaya, serta mengadakan kegiatan-kegiatan yang bernuansa budaya.
c. Mendorong
peserta didik untuk aktif dalam kegiatan budaya. Peserta didik harus
didorong untuk aktif dalam berbagai kegiatan budaya, seperti kegiatan
seni, olahraga, dan keagamaan. Hal ini akan membantu peserta
didik untuk mengembangkan pemahaman dan apresiasi terhadap budaya.
d. Memberikan
contoh perilaku yang baik. Pendidik harus memberikan contoh perilaku yang
baik kepada peserta didik. Hal ini penting karena peserta didik akan
mencontoh perilaku pendidiknya. Pendidik harus berperilaku yang sesuai
dengan nilai-nilai budaya bangsa, seperti berperilaku santun, jujur, dan
bertanggung jawab.
2. Mengintegrasikan nilai-nilai luhur
kearifan budaya daerah
Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah dalam pendidikan. Nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah dapat menjadi landasan pembentukan karakter peserta didik. Berikut adalah beberapa contoh penerapan integrasi nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah dalam pendidikan:
a.
Mengajarkan
tari tradisional kepada siswa di sekolah.
b.
Memperingati
hari-hari besar nasional dan keagamaan di sekolah dengan cara yang bernuansa
budaya daerah.
c.
Mengadakan
pentas seni budaya daerah di sekolah.
d.
Mengundang
tokoh-tokoh budaya daerah untuk memberikan ceramah kepada siswa di sekolah.
e.
Melakukan
kunjungan wisata ke tempat-tempat bersejarah dan budaya daerah.
Integrasi nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah dalam
pendidikan sangat penting untuk dilakukan agar generasi penerus dapat memiliki
pemahaman dan apresiasi yang baik terhadap budaya daerah. Selain itu, integrasi
nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah juga dapat membantu untuk memperkuat
karakter generasi penerus sehingga mereka dapat menjadi generasi penerus yang
tangguh dan berbudaya.
3.
Pendidikan untuk semua
Ki Hajar Dewantara berpandangan bahwa pendidikan harus diperuntukkan bagi semua, tanpa memandang latar belakang. Pendidikan merupakan hak asasi manusia yang harus dipenuhi.
Pendidikan untuk semua (Education for All, EFA) adalah gerakan global yang bertujuan untuk memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang adil dan berkualitas ke pendidikan dasar dan menengah yang gratis dan wajib. Gerakan ini diprakarsai oleh UNESCO pada tahun 1990 dan didukung oleh banyak negara di dunia.
Tujuan dari pendidikan untuk semua adalah untuk:
a.
Memastikan
bahwa semua anak, terlepas dari jenis kelamin, latar belakang sosial ekonomi,
atau disabilitas, memiliki akses ke pendidikan dasar dan menengah yang gratis
dan wajib.
b.
Meningkatkan
kualitas pendidikan dasar dan menengah sehingga semua peserta didik dapat mengembangkan
potensi mereka secara penuh.
c.
Menghilangkan
kesenjangan pendidikan yang disebabkan oleh jenis kelamin, latar belakang
sosial ekonomi, atau disabilitas.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara yang Relevan dengan Konteks Lokal Sosial Budaya di Daerah Nusa
Tenggara Timur
Dalam konteks lokal sosial budaya di
daerah Nusa Tenggara Timur, pemikiran Ki Hajar Dewantara yang relevan adalah
pemikiran tentang pendidikan sebagai proses pembudayaan dan mengintegrasikan
nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah. Pemikiran
Ki Hajar
Dewantara (Pendidikan yang Berpihak
pada Murid) memiliki relevansi yang besar dengan konteks sosial budaya lokal di
daerah Nusa Tenggara Timur (NTT). Nusa Tenggara Timur
adalah
provinsi yang kaya akan keberagaman budaya, bahasa, dan tradisi. Dalam
menghadapi tantangan pendidikan di Nusa Tenggara Timur, beberapa pemikiran Ki Hajar Dewantara
yang
relevan dapat menjadi dasar dalam merancang sistem pendidikan yang lebih
inklusif dan berorientasi pada murid. Beberapa aspek yang relevan Pemikiran Ki Hajar Dewantara
dalam
konteks Nusa
Tenggara Timur meliputi: Pendekatan
fokus pada murid, Kepedulian terhadap Kebutuhan Individu anak Nusa Tenggara Timur,
di mana beragam budaya dan bahasa cukup banya. Nusa Tengara timur Juga
merupakan propini kepuauan sehingga memiliki bermacam-maca,m keanekaragaman. Sehingga Sistem pendidikan harus memahami
kebutuhan individu dan memberikan dukungan yang sesuai untuk setiap murid. Hal ini dikarenakan masih banyak anak-anak di daerah Nusa Tenggara Timur yang tidak memiliki akses ke pendidikan, terutama anak-anak perempuan
dan anak-anak dari kelompok miskin dan marginal.
1.
Pendidikan sebagai proses pembudayaan
Daerah Nusa Tenggara Timur memiliki kearifan budaya daerah yang sangat kaya. Nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah Nusa Tenggara Timur, seperti sopan santun, gotong royong, dan kepedulian sosial, dapat menjadi landasan pembentukan karakter peserta didik. Pendidikan sebagai proses pembudayaan sangat penting untuk dilakukan agar generasi penerus dapat memiliki pemahaman dan apresiasi yang baik terhadap budaya bangsa. Selain itu, pendidikan sebagai proses pembudayaan juga dapat membantu untuk memperkuat karakter generasi penerus sehingga mereka dapat menjadi generasi penerus yang tangguh dan berbudaya.
Dalam konteks lokal sosial budaya di daerah Nusa Tenggara Timur pendidikan sebagai proses pembudayaan dapat dilakukan dengan cara
1. Memasukkan mata pelajaran muatan lokal yang mengajarkan nilai-nilai luhur budaya lokal Nusa Tenggara Timur, seperti tari, musik, dan bahasa daerah.
2. Menciptakan lingkungan belajar yang berbasis budaya lokal Nusa Tenggara Timur, seperti dengan menggunakan bahasa daerah dalam pembelajaran dan memasang hiasan-hiasan atau simbol-simbol budaya lokal Nusa Tenggara Timur
3. Mendorong peserta didik untuk aktif dalam kegiatan budaya lokal Nusa Tenggara Timur, seperti kegiatan seni, olahraga, dan keagamaan.
4. Memberikan contoh perilaku yang baik oleh pendidik yang sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya lokal Nusa Tenggara Timur.
Dengan menerapkan pendidikan sebagai
proses pembudayaan dalam konteks lokal sosial budaya di daerah Nusa Tenggara
Timur, diharapkan dapat menghasilkan generasi penerus yang memiliki pemahaman
dan apresiasi yang baik terhadap budaya lokalnya, serta memiliki karakter yang
kuat dan tangguh.
2.
Mengintegrasikan nilai-nilai luhur
kearifan budaya daerah Melalui Pendidikan
Nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah Nusa Tenggara
Timur dapat diintegrasikan dalam pendidikan melalui berbagai kegiatan, seperti:
a. a. Kearifan lokal
Kearifan lokal merupakan nilai-nilai
yang telah diwariskan oleh nenek moyang dan masih dipegang teguh oleh
masyarakat. Kearifan lokal dapat menjadi sumber belajar yang berharga bagi
murid. Dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara, pendidikan harus berakar pada budaya
lokal. Dengan demikian, murid dapat belajar tentang budaya mereka sendiri dan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh:
1)
Pembelajaran
tentang mitos dan legenda
Murid dapat diajak
untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang berkaitan dengan mitos dan legenda,
seperti pertunjukan seni dan budaya, atau kegiatan adat istiadat. Dengan kegiatan
ini, murid dapat merasakan secara langsung budaya Nusa Tenggara Timur yang tercermin dalam mitos dan legenda.
a)
Mitos tentang Fatu Atoni
Mitos tentang Fatu Atoni mengisahkan tentang sebuah
batu yang dipercaya menelan dua anak manusia. Fatu Atoni dipercaya sebagai tempat
tinggal roh-roh orang yang telah meninggal.
b. b. Pembelajaran tentang seni dan kerajinan
Murid
dapat diajak untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang berkaitan dengan seni dan
kerajinan, seperti pertunjukan seni dan budaya, atau kegiatan pameran seni dan
kerajinan. Dengan kegiatan ini, murid dapat merasakan secara langsung Nusa Tenggara Timur yang tercermin dalam seni dan kerajinan
1)
Tenun ikat
Tenun ikat merupakan salah satu seni dan kerajinan yang
paling terkenal di Nusa Tenggara Timur. Tenun ikat Nusa Tenggara Timur memiliki
motif yang unik dan beragam.
2)
Ukiran kayu
Ukiran kayu merupakan seni dan kerajinan yang banyak
ditemukan di Nusa Tenggara Timur. Ukiran kayu Nusa Tenggara Timur biasanya
digunakan untuk menghias rumah adat, perahu, atau benda-benda lain.
3)
Anyaman
Anyaman merupakan seni dan kerajinan yang banyak ditemukan Nusa
Tenggara Timur. Anyaman Nusa Tenggara Timur biasanya digunakan untuk membuat
tikar, topi, atau benda-benda lain
c.
Pembelajaran
tentang nilai-nilai moral dan etika
Kegiatan yang berkaitan dengan
nilai-nilai moral dan etika dapat dilakukan dengan Murid dapat diajak untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang berkaitan
dengan nilai-nilai moral dan etika, seperti kegiatan gotong royong, kegiatan
bakti sosial, atau kegiatan diskusi. Dengan kegiatan ini, murid dapat
menerapkan nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut adalah beberapa contoh nilai-nilai
moral dan etika di Nusa Tenggara Timur:
1)
Kerja
keras
Kerja keras merupakan salah satu
nilai moral yang penting di Nusa Tenggara Timur.
Masyarakat Nusa
Tenggara Timur percaya bahwa dengan
kerja keras, mereka dapat mencapai kesuksesan.
d.
Kegiatan bermain permainan tradisional yang mengandung
nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah Nusa Tenggara Timur.
Nusa Tenggara
Timur merupakan salah satu
provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan budaya yang beragam. Salah satu
wujud kekayaan budaya Nusa Tenggara Timur adalah
permainan tradisional. Permainan tradisional Nusa Tenggara Timur tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga mengandung
nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah.
Berikut adalah beberapa contoh permainan tradisional Nusa Tenggara Timur yang mengandung nilai-nilai luhur kearifan budaya
daerah:
1)
Bermain Rangkuk Alu Rangkuk Alu adalah permainan
tradisional yang berasal dari daerah Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Permainan ini melatih konsentrasi dan keterampilan
motorik. Dalam permainan tersebut, bambu disusun dan dimainkan secara
diayunkan seperti menjepit beberapa orang pemain. Salah satu atau dua
pemain lompat-lompat menghindari jepitan dari bambu tersebut.
2)
Permainan
music
Permainan
musik merupakan permainan tradisional yang dimainkan dengan alat musik
tradisional. Beberapa alat musik tradisional Nusa Tenggara Timur yang sering
digunakan dalam permainan musik adalah gendang, gong, dan tifa.
Masih banyak
lagi permainan tradisional Nusa Tenggara Timur yang mengandung nilai-nilai
luhur kearifan budaya daerah. Permainan-permainan tradisional ini dapat menjadi
sarana untuk menanamkan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah kepada
generasi penerus.
e.
Kunjungan ke tempat-tempat yang mengandung nilai-nilai luhur
kearifan budaya daerah Nusa Tenggara Timur
Kunjungan ke
tempat-tempat yang mengandung nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah Nusa
Tenggara Timur seperti: Kunjungan
ke Museum Nusa
Tenggara Timur, Taman Nasional
Komodo, Danau Kelimutu dan lain lain.
Sebagai contoh Dengan mengujungi Museum Nusa Tenggara Timur yang terletak di Kota Kupang. Mampu memahami bahwa Museum
ini menyimpan berbagai koleksi yang berkaitan dengan sejarah, budaya, dan seni Nusa Tenggara Timur. Koleksi-koleksi tersebut antara lain adalah benda-benda
purbakala, senjata tradisional, alat musik tradisional, dan pakaian adat.
Kunjungan ke Museum Nusa Tenggara Timur dapat memberikan wawasan tentang sejarah, budaya, dan seni Nusa Tenggara Timur. Pengunjung dapat mempelajari tentang kehidupan masyarakat Nusa Tenggara Timur di masa lalu dan masa kini.
Tempat-tempat di
atas dapat menjadi tempat yang mengandung nilai-nilai luhur kearifan budaya
daerah Nusa
Tenggara Timur. Melalui kegiatan di tempat-tempat
tersebut, generasi muda dapat memperkenalkan dan memahami kearifan budaya
daerah Nusa Tenggara Timur serta
menghargai dan melestarikannya.
f.
Kegiatan bakti sosial dan kegiatan di lingkungan masyarakat
Kegiatan bakti sosial dan kegiatan di
lingkungan masyarakat di Nusa Tenggara Timur sangatlah
beragam. Beberapa contoh kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Pemberian
bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan
Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh
organisasi sosial atau pemerintah daerah. Bantuan yang diberikan dapat berupa
makanan, pakaian, tempat tinggal, atau pengobatan.
2)
Melakukan Pembersihan lingkungan
Kegiatan ini dilakukan untuk menjaga kebersihan lingkungan. Kegiatan ini
dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri atau bekerja sama dengan
pemerintah daerah.
3) Pelestarian budaya
Kegiatan
ini dilakukan untuk melestarikan budaya tradisional Nusa Tenggara Timur. Kegiatan ini dapat berupa penyelenggaraan festival budaya,
pelatihan seni dan kerajinan tradisional, atau pengembangan situs budaya.
4)
Pemberdayaan
masyarakat
Kegiatan
ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat. Kegiatan ini dapat
berupa pelatihan keterampilan, pendampingan usaha, atau pengembangan usaha
mikro kecil menengah (UMKM).
Kesimpulan
Pemikiran filosofis Ki Hajar
Dewantara tentang pendidikan masih relevan untuk diterapkan dalam konteks lokal
sosial budaya di daerah Nusa Tenggara Timur. Dengan menerapkan pemikiran Ki
Hajar Dewantara, diharapkan peserta didik dapat menjadi individu yang
berkarakter dan menjadi anggota masyarakat yang baik. Berdasarkan
materi diatas , dapat disimpulkan bahwa pemikiran filosofis Ki Hajar
Dewantara tentang pendidikan masih relevan untuk
diterapkan dalam konteks lokal sosial budaya di daerah Nusa Tenggara
Timur Beberapa alasan yang mendukung kesimpulan
tersebut antara lain:
1.
Afirmasi Pemerintah untuk Majukan Pendidikan di Nusa Tenggara Timur Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi memberikan afirmasi untuk memajukan pendidikan di Nusa
Tenggara Timur Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan masih relevan dan perlu diterapkan di daerah Nusa
Tenggara Timur.
2.
Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan telah menjadi landasan filosofis dalam
pendidikan di Indonesia. Konsep “Taman Siswa” yang dicetuskan oleh Ki
Hajar Dewantara menjadi landasan filosofis dalam pendidikan di
Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan masih relevan dan perlu diterapkan di daerah Nusa
Tenggara Timur.
3.
Nilai Kearifan Lokal di Daerah Nusa Tenggara Timur. Nusa Tenggara
Timur memiliki kekayaan budaya dan keragaman suku serta agama yang
hidup berdampingan. Nilai-nilai kearifan lokal di daerah Nusa
Tenggara Timur dapat berinteraksi dalam pendidikan dengan menerapkan pemikiran Ki
Hajar Dewantara tentang pendidikan. Hal ini dapat membantu memperkenalkan
dan menghargai kearifan budaya daerah Nusa Tenggara Timur serta mengembangkan karakter dan keterampilan praktis pada siswa.
4.
Analisis pengukuran Kinerja Guru Berdasarkan Konsep Among
System KI Hajar Dewantara Konsep Among System menurut Ki Hajar Dewantara mencakup tiga aspek yaitu asah, asih, dan asuh. Aspek-aspek
tersebut dapat dijadikan acuan dalam pengukuran kinerja guru di daerah Nusa
Tenggara Timur. Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran Ki Hajar
Dewantara tentang pendidikan masih relevan dan perlu diterapkan di daerah Nusa
Tenggara Timur
Dari beberapa
alasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan masih relevan untuk
diterapkan dalam konteks lokal sosial budaya di daerah Nusa Tenggara
Timur. Penerapan pemikiran Ki Hajar
Dewantara tentang pendidikan dapat membantu
memperkenalkan dan menghargai kearifan budaya daerah Nusa Tenggara Timur serta mengembangkan karakter dan keterampilan
praktis pada siswa.
Rekomendasi
Untuk mengimplementasikan pemikiran Ki
Hajar Dewantara dalam konteks lokal sosial budaya di daerah Nusa Tenggara Timur,
perlu adanya dukungan dari berbagai pihak, yaitu:
Pemerintah
Pemerintah perlu memberikan kebijakan
dan dukungan anggaran untuk pengembangan pendidikan yang berbasis kearifan
budaya daerah.
Pendidik
Pendidik perlu memahami dan
menerapkan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran.
Masyarakat
Masyarakat perlu mendukung pendidikan
yang berbasis kearifan budaya daerah.
Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, diharapkan pemikiran Ki Hajar Dewantara dapat diterapkan secara optimal dan dapat menghasilkan peserta didik yang berkarakter dan menjadi anggota masyarakat yang baik.
Komentar
Posting Komentar